jump to navigation

Dunia Simbol-simbol June 4, 2008

Posted by merenung in Serba-serbi.
Tags: , , , , ,
trackback

Entah apa yang sedang terjadi di “dunia penuh simbol” seperti Indonesia ini. Semua nilai-nilai hanya diperhitungkan atas dasar apa yang dilihat semata. Kalau beberapa waktu lalu “penodaan agama” dilakukan oleh kelompok Ahmadiyah, dimana masyarakat menunggu keputusan (ragu-ragu) pemerintah untuk membubarkannya, bagai telah di skenariokan tiba-tiba angin berbalik arah. Masyarakat seolah lebih deras menuntut pembubaran FPI.

Anarki untuk alasan apapun memang tidak pernah boleh dilakukan. Itu jelas.

Tetapi yang terjadi ini sungguh sangat lucu. Bagaimana mungkin kita hanya memandang “kekerasan fisik” (dalam hal ini pemukulan / penganiayaan) dan mengabaikan kekerasan non-fisik (seperti penodaan agama). Bagaimana mungkin kita menerima satu label yang sama (yaitu Islam) untuk sesuatu yang saling bertentangan. Adalah tidak masuk dalam logikaku (yang bodoh ini) membenarkan dua hal yang berbeda (bertolak belakang) dan memandangnya sebagai suatu kesatuan kebenaran yang harus dihormati. Kebebasan berfikir macam apa yang memperbolehkan pembenaran hal yang bertolak belakang?

Jika “a = 1” dan “a = -1” maka tentu saja “1 = -1”, dan itu harus dihormati sebagai keaneka ragaman?

Jika direnung-renungkan, mengapa muncul kata “pembunuhan karakter / character assassination”. Padahal menyentuh fisik kulitpun tidak, apalagi melukai dan bahkan membunuh. Kata “pembunuhan / assassination” tentu tidak dipilih oleh seorang yang buta pengetahuan bahasa atau orang yang bodoh, melainkan dipilih dari sekian banyak kata untuk dapat menggambarkan seberapa buruk aktifitas itu. Tidak “pemburukkan karakter”, bukan “pelukaan karakter” dan juga bukan “pemukulan karakter”. Jadi, dapat digambarkan aktifitas non-fisik pun memang dapat termasuk didalam golongan “kekerasan”. Kekerasan fisik bisa pulih (fisiknya), tetapi kekerasan non-fisik akan bertahan lebih lama. Bayangkan kalau kita diteriaki bang**t atau baji**an atau f**k you, sepertinya kok akan lebih susah sembuh dibandingkan kena tonjok.

Kalau sekarang ini FPI yang dituntut untuk dibubarkan karena alasan “tindak kekerasan” dan Ahmadiyah “justru” hendak dilestarikan walau melakukan tindak “penodaan”, mudah-mudahan bukan karena ada skenario pengalihan persoalan riuh rendahnya demo anti kenaikan harga BBM.

Hidup di dunia simbol-simbol memang mempunyai nilai-nilai yang berbeda dan berubah-ubah. Tergantung dari sudut kepentingan mana perkara itu dilihat. Malang nian bangsa ini.

Comments»

No comments yet — be the first.

Leave a comment